Bogor, 3/4 (ANTARA) - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) meluncurkan buku hasil penelitian berjudul "Fauna karst dan Gua Maros, Sulawesi Selatan" di Pusat Penelitian Biologi (P2 Biologi LIPI) Cibinong Science Center, Kabupaten Bogor, Kamis.

Buku setebal 258 halaman tersebut ditulis sejumlah peneliti P2 Biologi LIPI yang melakukan ekspedisi riset di Sulawesi Selatan diantaranya Prof Yayuk Rahayuningsih Suhardjono, Cahyo Rahmadi, Ristiyanti Marsetiyowati Marwoto, dan Anang Setiawan Achmadi selaku koordinator kegiatan.

Isi buku tersebut mencakup keistimewaan, keunikan dan peran penting karst dan gua Maros terhadap lingkungan di sekitarnya.

"Buku ini merupakan hasil penelitian panjang tim peneliti LIPI selama lima tahun di kawasan karst Provinsi Sulawesi Selatan," kata Kepala P2 Biologi LIPI, Dr Siti Nurmalita Prijono.

Lebih lanjut Siti mengatakan, buku yang berisikan peta dan uraian keadaan gua yang ada di Sulawesi Selatan, baru sebagian dapat disajikan, karena penelitian masih terus belanjut.

Nama karst Maros, lanjut Siti, sudah mendunia, di mata dunia kawasan ini mencakup karst di Provinsi Sulawesi Selatan, jadi tidak hanya Kabupaten Maros tetapi juga Pangkep, dan Barru.

Terkenalnya karst Maros karena bentuk menara-menara karst dengan koridor di antara yang panjang, khas dan tidak ada duanya di dunia.

"Di kawasan ini juga banyak ditemukan situs prasejarah dengan nilai arkeologi yang tinggi," ujarnya.

Karst Maros tidak hanya indah dipermukaan tapi juga memiliki lebih dari 250 gua di dalam perut buminya. Di dalam gua tersebut terdapat kehidupan biota yang sudah beradaptasi dengan lingkungan gua.

"Para pakar biospeleologi mengakui bahwa kawasan Karst Maros merupakan "hot spot of biodiversity di dunia," kata Siti.

Menurut Situ, dengan adanya beberapa hal penting yang dikandung kawasan tersebut perlulah kiranya upaya untuk melestarikan lingkungannya. Karena karst merupakan sumber daya alam yang tidak tergantikan dan sekaligus pundi ekonomi bernilai tinggi karena kandungan bahan tambang yang ada di dalam karst seperti kapur, marmer, dan logam.

Sementara itu, Prof Yayuk Rahayuningsih Suhardjono mengatakan, informasi tentang gua ini penting disampaikan karena sangat membantu para pemerhati gua dan para peneliti bidang biospeleologi, terutama untuk menjaga kelestarian karst, gua dan penghuninya.

Ia mengatakan, sampai akhir 2011 Karst Maros masih dikenal sebagai "hotspot" atau lokasi yang memiliki kekayaan fauna gua tertinggi di dunia.

"Dalam buku ini hanya dibahas beberapa kelompok founa yang dinilai memiliki kerentanan terhadap perubahan lingkungan dan berperan penting dalam ekosistem, karena mereka dapat menjadi indikator hayati," katanya.

Lebih lanjut Yayuk mengatakan, kelompok yang diteliti adalah kelelawar, tikus, cecurut, ikan, moluska, cacing tanah, krustase, artropoda gua, lelat haji, dan ekorpegas.

Dari setiap kelompok tersebut, lanjut Yayuk, diuraikan cara melakukan pengamatan, koleksi spesimen dan pengawetannya.

"Setiap jenis dibuat uraian singkat tentang ciri-cirinya untuk membantu para pembaca dalam menggali fauna karst," katanya.

Yayuk menambahkan, informasi mengenai habitat, daerah persebaran dan beberapa keterangan penting lainnya melingkupi uraian setiap jenis.

"Buku ini juga dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan pengamatan fauna di kawasan karst lain di Indonesia. Karena disusun oleh para pakar yang berpengalaman dalam melakukan penelitian fauna kawasan karst Indonesia," katanya.

Salah satu tim peneliti Fauna Karst, Cahyo Rahmadi menyebutkan, tahap awal buku tersebut telah dicetak sebanyak 300 eksemplar dimana akan dibagi-bagikan kepada instansi terkait dan peneliti yang hadir dalam lokakarya bertajuk "Ekosistem Karst untuk kelangsungan hidup bangsa" yang digelar hari ini.

Laily R

Pewarta:

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2012