Rektor Universitas Indonesia (UI), Prof. Ari Kuncoro mengukuhkan tiga guru besar dari Fakultas Kedokteran (FK) UI, yakni Prof. Dr. dr. Dewi Irawati Soeria Santoso, M.S., Prof. Dr. dr. Sudung O. Pardede, Sp.A(K), dan Prof. Dr. dr Andon Hestiantoro, Sp.OG(K)-FER, MPH.

Pengukuhan guru besar tersebut dilaksanakan secara virtual diikuti oleh 267 peserta dan disiarkan live di Youtube UI serta UITeve, Sabtu.

Dalam pidato pengukuhannya yang berjudul 'Peran Keilmuan Endokrinologi Reproduksi dan Infertilitas Terhadap Perlindungan Kesehatan Reproduksi Perempuan', Prof. Andon menyampaikan bahwa hingga saat ini Indonesia masih berjuang menghadapi permasalahan komplikasi kehamilan dan komplikasi persalinan yang sangat rumit.

Baca juga: Guru Besar FKUI keluarkan delapan rekomendasi terkait situasi darurat COVID-19

Menurut dia, angka kematian ibu melahirkan masih berada di kisaran 300 per 100.000 kelahiran hidup, dan merupakan angka kematian ibu tertinggi di ASEAN.

"Sindrom Ovarium Polikistik (SOPK) adalah kelainan endokrinopati yang paling sering dijumpai pada remaja putri dan perempuan usia reproduksi, dengan angka kejadian SOPK bervariasi sekitar 1,8 persen - 15 persen," katanya.

Sindrom ini ditandai dengan adanya gangguan siklus haid, gangguan kesuburan, temuan ovarium polikistik pada pemeriksaan ultrasonografi, dan dapat disertai pula dengan adanya temuan klinis atau temuan laboratoris yang berkaitan dengan peningkatan produksi androgen, khususnya testosterone.

Baca juga: UI kukuhkan guru besar dari FMIPA

Di Indonesia, sindrom yang diderita perempuan terutama pada usia reproduksi ini menunjukkan adanya kejadian yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. SOPK merupakan suatu kondisi yang tidak hanya terbatas pada permasalahan reproduksi, tetapi juga mencakup permasalahan endokrin dan metabolik.

Implikasi jangka panjang dari SOPK tidak hanya terkait dengan aspek reproduksi dan fertilitas, tetapi juga timbulnya sindrom metabolik dan komplikasi kardiovaskular, Gangguan metabolisme gula dan lipid, kondisi inflamasi sistemik jangka panjang (kronik), gangguan integritas vaskular, hipertensi, dan stres oksidatif diduga menjadi penyebab timbulnya komorbiditas lain dan komplikasi kardiovaskular pada pasien SOPK.

Baca juga: UI kukuhkan Prof. Kamarza Mulia sebagai guru besar ke-345

Penegakan diagnosis SOPK dilakukan berdasarkan pada sejumlah kriteria. Salah satu kriteria yang masih banyak digunakan sampai saat ini adalah kriteria Rotterdam yang disepakati berdasarkan konsensus ASRM/ESHRE tahun 2003. Berdasarkan kriteria tersebut, diagnosis SOPK ditegakkan jika terpenuhi setidaknya dua dari tiga aspek, yaitu klinis atau biokimia hiperandrogenisme, lalu gangguan ovulasi kronik, dan berikutnya gambaran morfologi ovarium polikistik pada pemeriksaan USG.*

Pewarta: Feru Lantara

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021