Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan ditemukan jenis baru Burungbuah (Melanocharis) di kawasan pegunungan Kumawa, Papua Barat, yang dinamakan Burungbuah Satin.
"Penemuan terakhir jenis baru burung di Papua adalah burung Melipotes Foja (Melipotes carolae) pada 2007. Sehingga ditemukannya jenis baru Berrypecker sebagai salah satu dari enam jenis baru burung yang ditemukan di dunia pada kurun waktu 2021 merupakan hal yang sangat menggembirakan," kata peneliti Pusat Penelitian Biologi LIPI Hidayat Azhari dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Burung jenis baru berrypecker tersebut diberi nama Melanocharis citreola, sp. nov. Mil, Ashari & Thbaud. Nama Inggris burung tersebut adalah Satin Berrypecker dan nama Indonesianya adalah Burungbuah Satin.
Baca juga: Sepasang burung elang ular bido dilepasliarkan di Puncak Gondang Kulon Progo
Penemuan jenis baru Burungbuah itu merupakan hasil dari kerja sama antara Indonesia dan Perancis yang dilakukan dua kali, yaitu pada tahun 2014 dan 2017. Proyek tersebut masuk dalam kerangka besar Lengguru Project yang diselenggarakan oleh French Institute de Recherche pour le Dveloppement, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas Papua, Universitas Cendrawasih, Universitas Musamus dan Politeknik KP Sorong.
Tim peneliti terdiri dari Hidayat Ashari (Indonesia) dan Borja Mil, Jade Bruxaux, Guillermo Friis, Katerina Sam, Christophe Thbaud (Perancis).
Ekspedisi pertama dilakukan pada November 2014 saat tim ekspedisi berhasil sampai di ketinggian 1100-1200 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Selama empat hari di lokasi itu, tim ekspedisi berhasil menangkap seekor burung jantan, yang belum bisa diidentifikasikan secara jelas, dan hanya diidentifikasi sebagai Melanocharis.
Kemudian Oktober-November 2017, tim peneliti kembali ke lokasi tersebut dengan peralatan dan logistik yang lebih baik, dan selama 22 hari pada ketinggian 1200 mdpl itu, mereka berhasil menangkap tiga individu lagi.
Baca juga: Hewan Langka Yang Nyasar Ini Diselamatkan Warga Sukabumi
Jenis baru burung itu dimasukkan dalam genus Melanocharis karena memiliki bentuk yang khas dengan paruh yang kokoh berwarna hitam, badan bagian atas berwarna biru-hitam yang sangat kontras dengan bagian bawah yang berwarna lebih terang. Bagian bawah yang berwarna putih satin dengan sedikit warna kuning lemon merupakan ciri khas yang sangat membedakan dengan jenis lain dalam genus yang sama.
Secara umum, burung buah itu memiliki ciri-ciri paruh dan kaki berwarna hitam, iris mata coklat tua. Warna bulu pada punggung dan pantat berwarna biru hitam. Tenggorokan, dada dan perut berwarna putih satin dengan sedikit warna kuning lemon, dan berwarna sedikit lebih ringan pada bagian sampingnya. Bulu pada bagian bawah sayap berwarna putih. Bagian malar atau sisi samping dari tenggorokan memisahkan warna biru hitam pada muka dengan tenggorokan yang putih.
Bulu sayap hitam dengan warna putih pada bagian tepi dalam dari bulu primer dan sekundernya. Bulu ekor berwarna biru hitam keseluruhan, kecuali bagian tepi dari bulu ekor terluar yang berwarna putih.
Burungbuah Satin itu berukuran kecil dengan panjang sayap 62 mm, panjang tarsus 19.4 mm, panjang ekor 49.5 mm, panjang paruh dari dasar tengkorak kepala 11.2 mm, panjang paruh dari ujung lubang hidung 7.3 mm, lebar paruh pada ujung lubang hidung 4.1 mm dan tinggi paruh di ujung lubang hidung 3.5 mm.
Baca juga: Indonesia diundang pada simposium burung langka Asia
Secara umum Berrypecker atau Burungbuah merupakan burung pemakan buah beri dan buah-buahan kecil lainnya, sehingga menjadikannya burung pemencar biji. Burung itu aktif di bawah kanopi hutan, dari lantai hutan sampai ketinggian dua meter. Keberadaannya menjadi penting bagi pemencaran biji keseluruh hutan.
Akan tetapi, perjumpaan Burungbuah Satin tersebut masih sangat sedikit di hutan, sehingga perilakunya masih belum diketahui secara pasti. Hal itu memungkinkan adanya penelitian lanjutan dari burung tersebut.
"Dengan lokasi yang unik seperti kawasan Karst Lengguru itu, menjadikan burung ini menjadi penting untuk dikaji lebih jauh," ujar Hidayat.
Hasil penelitian itu telah dipublikasikan di jurnal ilmiah IBIS, pada 11 Juni 2021 yang dapat diakses di https://doi.org/10.1111/ibi.12981.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021
"Penemuan terakhir jenis baru burung di Papua adalah burung Melipotes Foja (Melipotes carolae) pada 2007. Sehingga ditemukannya jenis baru Berrypecker sebagai salah satu dari enam jenis baru burung yang ditemukan di dunia pada kurun waktu 2021 merupakan hal yang sangat menggembirakan," kata peneliti Pusat Penelitian Biologi LIPI Hidayat Azhari dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Burung jenis baru berrypecker tersebut diberi nama Melanocharis citreola, sp. nov. Mil, Ashari & Thbaud. Nama Inggris burung tersebut adalah Satin Berrypecker dan nama Indonesianya adalah Burungbuah Satin.
Baca juga: Sepasang burung elang ular bido dilepasliarkan di Puncak Gondang Kulon Progo
Penemuan jenis baru Burungbuah itu merupakan hasil dari kerja sama antara Indonesia dan Perancis yang dilakukan dua kali, yaitu pada tahun 2014 dan 2017. Proyek tersebut masuk dalam kerangka besar Lengguru Project yang diselenggarakan oleh French Institute de Recherche pour le Dveloppement, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas Papua, Universitas Cendrawasih, Universitas Musamus dan Politeknik KP Sorong.
Tim peneliti terdiri dari Hidayat Ashari (Indonesia) dan Borja Mil, Jade Bruxaux, Guillermo Friis, Katerina Sam, Christophe Thbaud (Perancis).
Ekspedisi pertama dilakukan pada November 2014 saat tim ekspedisi berhasil sampai di ketinggian 1100-1200 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Selama empat hari di lokasi itu, tim ekspedisi berhasil menangkap seekor burung jantan, yang belum bisa diidentifikasikan secara jelas, dan hanya diidentifikasi sebagai Melanocharis.
Kemudian Oktober-November 2017, tim peneliti kembali ke lokasi tersebut dengan peralatan dan logistik yang lebih baik, dan selama 22 hari pada ketinggian 1200 mdpl itu, mereka berhasil menangkap tiga individu lagi.
Baca juga: Hewan Langka Yang Nyasar Ini Diselamatkan Warga Sukabumi
Jenis baru burung itu dimasukkan dalam genus Melanocharis karena memiliki bentuk yang khas dengan paruh yang kokoh berwarna hitam, badan bagian atas berwarna biru-hitam yang sangat kontras dengan bagian bawah yang berwarna lebih terang. Bagian bawah yang berwarna putih satin dengan sedikit warna kuning lemon merupakan ciri khas yang sangat membedakan dengan jenis lain dalam genus yang sama.
Secara umum, burung buah itu memiliki ciri-ciri paruh dan kaki berwarna hitam, iris mata coklat tua. Warna bulu pada punggung dan pantat berwarna biru hitam. Tenggorokan, dada dan perut berwarna putih satin dengan sedikit warna kuning lemon, dan berwarna sedikit lebih ringan pada bagian sampingnya. Bulu pada bagian bawah sayap berwarna putih. Bagian malar atau sisi samping dari tenggorokan memisahkan warna biru hitam pada muka dengan tenggorokan yang putih.
Bulu sayap hitam dengan warna putih pada bagian tepi dalam dari bulu primer dan sekundernya. Bulu ekor berwarna biru hitam keseluruhan, kecuali bagian tepi dari bulu ekor terluar yang berwarna putih.
Burungbuah Satin itu berukuran kecil dengan panjang sayap 62 mm, panjang tarsus 19.4 mm, panjang ekor 49.5 mm, panjang paruh dari dasar tengkorak kepala 11.2 mm, panjang paruh dari ujung lubang hidung 7.3 mm, lebar paruh pada ujung lubang hidung 4.1 mm dan tinggi paruh di ujung lubang hidung 3.5 mm.
Baca juga: Indonesia diundang pada simposium burung langka Asia
Secara umum Berrypecker atau Burungbuah merupakan burung pemakan buah beri dan buah-buahan kecil lainnya, sehingga menjadikannya burung pemencar biji. Burung itu aktif di bawah kanopi hutan, dari lantai hutan sampai ketinggian dua meter. Keberadaannya menjadi penting bagi pemencaran biji keseluruh hutan.
Akan tetapi, perjumpaan Burungbuah Satin tersebut masih sangat sedikit di hutan, sehingga perilakunya masih belum diketahui secara pasti. Hal itu memungkinkan adanya penelitian lanjutan dari burung tersebut.
"Dengan lokasi yang unik seperti kawasan Karst Lengguru itu, menjadikan burung ini menjadi penting untuk dikaji lebih jauh," ujar Hidayat.
Hasil penelitian itu telah dipublikasikan di jurnal ilmiah IBIS, pada 11 Juni 2021 yang dapat diakses di https://doi.org/10.1111/ibi.12981.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021