Purwokerto (Antara Megapolitan) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan gempa berkekuatan 5,7 Skala Richter (SR) pada hari Sabtu, pukul 04.44 WIB, tidak berpotensi tsunami.
"BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) telah melaporkan terjadi gempa 5,7 SR, pada hari Sabtu (25/7), pukul 04.44 WIB," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan tertulis yang diterima Antara, di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
Ia mengatakan bahwa pusat gempa di Samudera Hindia pada kedalaman 10 kilometer dengan lokasi 111 km tenggara Ciamis, Jawa Barat, atau 115 km tenggara Cilacap, Jateng, atau 117 km barat daya Kebumen, Jateng, atau 147 km barat daya Yogyakarta.
"Gempa tidak berpotensi tsunami," katanya.
Menurut dia, Posko BNPB sudah mengonfirmasi dampak gempa ke beberapa Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Ia mengatakan bahwa dari hasil konfirmasi diketahui gempa dirasakan lemah, sedang, hingga kuat oleh masyarakat di Tasikmalaya, Kota Ciamis, Cilacap, Kebumen, Purworejo, Purbalingga, Kota Yogyakarta, Gunungkidul, Bantul, Prambanan (Klaten), Solo, Magelang, Wonogiri, Pacitan, dan Ponorogo.
"Gempa terasa kuat sekitar 10-15 detik di Tasikmalaya, Cilacap, Purbalingga, Kebumen, dan Gunungkidul dengan guncangan yang meliuk-liuk. Sebagian masyarakat berhamburan ke luar rumah dan berteriak gempa," katanya.
Menurut dia, belum ada laporan kerusakan bangunan dan korban jiwa akibat gempa tersebut.
Kendati demikian, dia mengatakan bahwa BPBD masih melakukan pemantauan di daerahnya masing-masing.
Lebih lanjut, Sutopo mengatakan bahwa pusat gempa 5,7 SR bukan berada pada jalur subduksi atau pertemuan lempeng Hindia Australia dan lempeng Eurasia, tetapi berada di sisi dalam lempeng Eurasia.
"Wilayah selatan Pulau Jawa adalah daerah rawan gempa dan tsunami. Aktifnya jalur subduksi tersebut bergerak rata-rata 5-7 centimeter per tahun ke arah timur laut-utara," katanya.
Ia mengatakan bahwa potensi gempa maksimum di Jawa Megathrust yang berlokasi di selatan Jawa sekitar 8,1-8,2 SR.
Dari Selat Sunda hingga Bali yang berada di sepanjang jalur Jawa Megthrust tersebut, kata dia, baru di selatan Pangandaran (Jawa Barat) dan Banyuwangi (Jawa Timur) yang pernah terjadi gempa besar dan tsunami dalam kurun waktu 165 tahun terakhir.
Dalam hal ini, lanjut dia, gempa berkekuatan 7,8 SR pernah mengguncang Pangandaran pada tahun 2006 dan Banyuwangi pada tahun 1994.
"Daerah lainnya tidak ada catatan sejarah gempa besar dan dinyatakan sebagai 'seismic gap'. Upaya kesiapsiagaan dan pengurangan risiko bencana di daerah selatan Jawa harus ditingkatkan terus menerus karena memang wilayah tersebut rawan gempa dan tsunami," katanya.
Seperti diwartakan, gempa berkekuatan 5,7 SR yang terjadi pada hari Sabtu (25/7), pukul 04.44 WIB, dirasakan sangat kuat oleh sejumlah warga di Jateng bagian selatan khususnya Kabupaten Cilacap dan Banyumas.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015
"BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) telah melaporkan terjadi gempa 5,7 SR, pada hari Sabtu (25/7), pukul 04.44 WIB," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan tertulis yang diterima Antara, di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
Ia mengatakan bahwa pusat gempa di Samudera Hindia pada kedalaman 10 kilometer dengan lokasi 111 km tenggara Ciamis, Jawa Barat, atau 115 km tenggara Cilacap, Jateng, atau 117 km barat daya Kebumen, Jateng, atau 147 km barat daya Yogyakarta.
"Gempa tidak berpotensi tsunami," katanya.
Menurut dia, Posko BNPB sudah mengonfirmasi dampak gempa ke beberapa Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Ia mengatakan bahwa dari hasil konfirmasi diketahui gempa dirasakan lemah, sedang, hingga kuat oleh masyarakat di Tasikmalaya, Kota Ciamis, Cilacap, Kebumen, Purworejo, Purbalingga, Kota Yogyakarta, Gunungkidul, Bantul, Prambanan (Klaten), Solo, Magelang, Wonogiri, Pacitan, dan Ponorogo.
"Gempa terasa kuat sekitar 10-15 detik di Tasikmalaya, Cilacap, Purbalingga, Kebumen, dan Gunungkidul dengan guncangan yang meliuk-liuk. Sebagian masyarakat berhamburan ke luar rumah dan berteriak gempa," katanya.
Menurut dia, belum ada laporan kerusakan bangunan dan korban jiwa akibat gempa tersebut.
Kendati demikian, dia mengatakan bahwa BPBD masih melakukan pemantauan di daerahnya masing-masing.
Lebih lanjut, Sutopo mengatakan bahwa pusat gempa 5,7 SR bukan berada pada jalur subduksi atau pertemuan lempeng Hindia Australia dan lempeng Eurasia, tetapi berada di sisi dalam lempeng Eurasia.
"Wilayah selatan Pulau Jawa adalah daerah rawan gempa dan tsunami. Aktifnya jalur subduksi tersebut bergerak rata-rata 5-7 centimeter per tahun ke arah timur laut-utara," katanya.
Ia mengatakan bahwa potensi gempa maksimum di Jawa Megathrust yang berlokasi di selatan Jawa sekitar 8,1-8,2 SR.
Dari Selat Sunda hingga Bali yang berada di sepanjang jalur Jawa Megthrust tersebut, kata dia, baru di selatan Pangandaran (Jawa Barat) dan Banyuwangi (Jawa Timur) yang pernah terjadi gempa besar dan tsunami dalam kurun waktu 165 tahun terakhir.
Dalam hal ini, lanjut dia, gempa berkekuatan 7,8 SR pernah mengguncang Pangandaran pada tahun 2006 dan Banyuwangi pada tahun 1994.
"Daerah lainnya tidak ada catatan sejarah gempa besar dan dinyatakan sebagai 'seismic gap'. Upaya kesiapsiagaan dan pengurangan risiko bencana di daerah selatan Jawa harus ditingkatkan terus menerus karena memang wilayah tersebut rawan gempa dan tsunami," katanya.
Seperti diwartakan, gempa berkekuatan 5,7 SR yang terjadi pada hari Sabtu (25/7), pukul 04.44 WIB, dirasakan sangat kuat oleh sejumlah warga di Jateng bagian selatan khususnya Kabupaten Cilacap dan Banyumas.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015