KUALA LUMPUR, Malaysia (Antara Megapolitan) -- Sebuah tim yang terdiri dari tujuh peneliti dari Malaysia, Belanda, Spanyol, dan Inggris, yang diantaranya adalah Profesor Yasin Temel dari Maastricht University Medical Centre, Belanda, dan Associate Professor Dr. Lim Lee Wei dari Sunway University, Malaysia, berhasil menemukan prosedur paling efektif untuk mengobati depresi dengan cara menstimulasi elektrik ke dalam otak melalui Stimulasi Otak Dalam (DBS) dengan target korteks prefrontal - bagian penting di dalam pengaturan fungsi kognitif, emosi, dan perilaku yang kompleks.
Dalam beberapa kasus, depresi memang dapat diobati secara efektif dengan mengkonsumsi obat, terapi elektrokonvulsif, atau psikoterapi. Namun, sekitar 20% pasien gagal menunjukkan respon terhadap beberapa prosedur pengobatan tersebut dan bahkan hampir 60% gagal menunjukkan respon yang signifikan.
Professor Yasin, yang juga adalah ahli bedah saraf dengan spesialisasi DBS, mengatakan, "Penggunaan stimulasi elektroda yang ditanam di dalam otak dengan tujuan untuk mengendalikan kondisi psikiatris dan neurologis yang rusak adalah sebuah terobosan terbaru dan inovatif di bidang ilmu saraf.."
Dr. Lim menjelaskan, "Sebelum adanya terobosan ini, ketika berbagai studi klinis telah menunjukan efektifitas DBS dalam mengobati depresi, belum ditemukan area otak yang paling efektif untuk melaksanakan prosedur DBS. Berkat riset ini, kami berhasil menjadikan korteks prefrontal sebagai modulator spesifik yang menunjukan perilaku depresif; dan memperoleh hasil optimal untuk pengobatan menggunakan DBS."
Peneliti serotonin ternama dunia, Professor Trevor Sharp dari Oxford University, yang juga merupakan bagian dari tim ini, menyampaikan, "Sebenarnya, seluruh dunia telah menunjukan ketertarikan terhadap penggunaan elektroda stimulasi yang ditanam di dalam otak guna meringankan penderitaan pengidap depresi parah yang tak mempan terhadap prosedur pengobatan lainnya, namun masalahnya, belum ada yang berhasil menemukan bagian dari otak yang menjadi target dari pengobatan tersebut sehingga menghambat kemajuan dari pengobatan ini. Stimulasi area korteks preforontal mempengaruhi sel-sel serotonin di bagian otak yang lain, dan sel-sel itulah yang menjadi target dari obat antidepresi seperti Prozac. Dengan demikian, stimulasi uji coba klinis bagi para penderita depresi di masa depan telah memiliki target yang jelas untuk menjalankan prosedur pengobatan."
Penerobosan ini telah diterbitkan di Translational Psychiatry, sebuah jurnal terbitan Nature Publishing Group dan jurnal serupa dengan jurnal nomor satu di bidang psikiatris, yang berfokus pada pengobatan terbaru berbagai penyakit neuropsikiatri.Studi ini didanai oleh Organisasi Riset Ilmiah Belanda (Yasin), Parkinson's UK (Trevor), dan Lee Kuan Yew Research Fellowship Singapura (Lim).
(W. Indrawan).
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015
Dalam beberapa kasus, depresi memang dapat diobati secara efektif dengan mengkonsumsi obat, terapi elektrokonvulsif, atau psikoterapi. Namun, sekitar 20% pasien gagal menunjukkan respon terhadap beberapa prosedur pengobatan tersebut dan bahkan hampir 60% gagal menunjukkan respon yang signifikan.
Professor Yasin, yang juga adalah ahli bedah saraf dengan spesialisasi DBS, mengatakan, "Penggunaan stimulasi elektroda yang ditanam di dalam otak dengan tujuan untuk mengendalikan kondisi psikiatris dan neurologis yang rusak adalah sebuah terobosan terbaru dan inovatif di bidang ilmu saraf.."
Dr. Lim menjelaskan, "Sebelum adanya terobosan ini, ketika berbagai studi klinis telah menunjukan efektifitas DBS dalam mengobati depresi, belum ditemukan area otak yang paling efektif untuk melaksanakan prosedur DBS. Berkat riset ini, kami berhasil menjadikan korteks prefrontal sebagai modulator spesifik yang menunjukan perilaku depresif; dan memperoleh hasil optimal untuk pengobatan menggunakan DBS."
Peneliti serotonin ternama dunia, Professor Trevor Sharp dari Oxford University, yang juga merupakan bagian dari tim ini, menyampaikan, "Sebenarnya, seluruh dunia telah menunjukan ketertarikan terhadap penggunaan elektroda stimulasi yang ditanam di dalam otak guna meringankan penderitaan pengidap depresi parah yang tak mempan terhadap prosedur pengobatan lainnya, namun masalahnya, belum ada yang berhasil menemukan bagian dari otak yang menjadi target dari pengobatan tersebut sehingga menghambat kemajuan dari pengobatan ini. Stimulasi area korteks preforontal mempengaruhi sel-sel serotonin di bagian otak yang lain, dan sel-sel itulah yang menjadi target dari obat antidepresi seperti Prozac. Dengan demikian, stimulasi uji coba klinis bagi para penderita depresi di masa depan telah memiliki target yang jelas untuk menjalankan prosedur pengobatan."
Penerobosan ini telah diterbitkan di Translational Psychiatry, sebuah jurnal terbitan Nature Publishing Group dan jurnal serupa dengan jurnal nomor satu di bidang psikiatris, yang berfokus pada pengobatan terbaru berbagai penyakit neuropsikiatri.Studi ini didanai oleh Organisasi Riset Ilmiah Belanda (Yasin), Parkinson's UK (Trevor), dan Lee Kuan Yew Research Fellowship Singapura (Lim).
(W. Indrawan).
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015