Jakarta, (Antaranews Bogor) - Mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Komjen Pol (Purn) Ahwil Lutan mengatakan pemerintah tidak perlu khawatir untuk menerapkan hukuman mati terhadap para pengedar narkoba.

"Jika tak diterapkan hukuman mati bagi para pengedar narkoba, maka pengedaran narkoba akan semakin marak di Indonesia," katanya di sela acara Training of Trainers (TOT) yang bertajuk Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba, di Universitas Pancasila Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan penerapan hukuman mati masih valid sesuai dengan UU yang berlaku, bahkan sudah dua kali diuji materi di Mahkamah Konstitusi. "Jadi tak perlu takut menerapkan hukuman mati bagi pengedar narkoba," katanya menegaskan.

Menurut dia lagi, di negara tetangga seperti Singapura ataupun Malaysia juga masih menerapkan hukuman mati. Sehingga jika Indonesia tidak menerapkan hukuman mati maka bandar narkoba akan beroperasi leluasa di Indonesia.

"Dampak penggunaan narkoba sangat mengerikan, untuk itu perlu tindakan tegas terhadap pengedar narkoba," ujar Ahwil Lutan yang saat ini menjabat Konsultan Ahli BNN.

Dikatakannya pula bahwa dengan jumlah penduduk yang sangat besar, Indonesia menjadi pasar potensial bagi peredaran narkoba. "Tentunya kita tak ingin anak cucu kita menjadi korban narkoba," katanya.

Ketika ditanya terjadinya ketegangan hubungan diplomatik ketika hukuman mati diterapkan kepada warga asing, Ahwil Lutan mengatakan peran duta besar harus dioptimalkan untuk menjelaskan pelaksanaan hukuman mati tersebut.

"Dubes merupakan `Public Relation` (PR) pemerintah Indonesia untuk memberikan keterangan resmi," kata Ahwil yang juga mantan Dubes RI untuk Meksiko.

Seorang Dubes, kata dia lebih lanjut, harus bisa berkata benar tidak boleh berbohong, karena jika sedikit saja berbohong maka akan berakibat fatal.

Sementara itu, Rektor Universitas Pancasila, Wahono Sumaryono mengatakan, Presiden Joko Widodo menyatakan Indonesia sudah darurat narkoba. Jadi seluruh elemen bangsa harus waspada untuk siap siaga menghadapi kemungkinan terburuk maslah dan musibah narkoba.

"Pelaku pengedar narkoba harus dihukum dengan tegas," katanya.

Ia menjelaskan, hasil survei BNN dan Universitas Indonesia (UI) sejak 2004, 2008, 2011, dan 2014 terjadi peningkatan jumlah coba pakai penyalahguna narkoba. Pada 2014 estimasi jumlah coba-coba pakai penyalahgunaan narkoba mencapai 1,6 juta atau 20,19 persen, atau meningkat 6,63 persen dari survei 2011.

"Kami menyadari ancaman narkoba berbahaya bagi kelangsungan proses belajar mengajar di kampus tersebut," katanya.

Wahono menjelaskan, sejak setahun terakhir ini sudah delapan mahasiswa Universitas Pancasila dengan terpaksa dikeluarkan dari perguruan tinggi tersebut karena terlibat narkoba. "Tahun ini (2015) kami akan menerapkan tes urine bagi mahasiswa baru UP," katanya. 

Pewarta: Oleh Feru Lantara

Editor : M. Tohamaksun


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015