Bogor,(Antaranews Bogor) - Saat ini Indonesia tengah menghadapi
transisi gizi yang ditandai dengan terjadi pergeseran pola penyakit
dari penyakit infeksi yang berhubungan dengan gizi kurang (seperti
kelaparan dan sanitasi lingkungan yang buruk), ke arah penyakit kronik
dan degeneratif yang berhubungan dengan gaya hidup.

Berbagai hasil penelitian telah menyimpulkan bahwa kondisi
gizi di dalam kandungan sangat berperan menentukan dampak masalah gizi
di kemudian hari, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Oleh karena itu, faktor gizi dan kesehatan saat kehamilan
merupakan periode penting untuk diperhatikan. Periode penting tersebut
tersebut berlangsung sampai anak berusia dua tahun, dan periode ini
merupakan periode yang sensitif karena kegagalan pertumbuhan dan
perkembangan pada masa ini akan bersifat permanen.

Periode ini disebut dengan periode 1.000 hari pertama
kehidupan (1000 HPK), yaitu 270 hari selama kehamilan dan 730 hari
pada kehidupan pertama bayi dilahirkan.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah baik secara
global maupun nasional dalam memperbaiki periode 1000 HPK.

Upaya-upaya tersebut ditujukan secara khusus kepada ibu
hamil, ibu menyusui, bayi, serta anak di bawah usia dua tahun, yang
merupakan pemeran utama dalam periode 1000 HPK.

Beberapa upaya yang telah dilakukan sampai saat ini, salah
satunya adalah gerakan Scaling up Nutrition (SUN).
Gerakan SUN di Indonesia diwujudkan dalam sebuah gerakan yang
disebut dengan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi.


         ASI Eksklusif

Salah satu intervensi Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi
yang terus digalakkan saat ini adalah promosi ASI Eksklusif.

Pemberian ASI Eksklusif selama enam bulan sudah diwajibkan
oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) sejak tahun 2001. Pemberian ASI
Eksklusif di Indonesia juga diatur secara tegas oleh SK Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 450/MENKES/SK/IV/2004 yaitu
pemerintah mewajibkan pemberian ASI secara eksklusif bagi bayi sejak
lahir sampai dengan berumur enam bulan dan dianjurkan dilanjutkan
sampai anak berusia dua tahun dengan pemberian makanan tambahan yang
sesuai.

Kewajiban pemberian ASI Eksklusif selama enam bulan dan
dilanjutkan sampai anak berusia dua tahun didasarkan pada begitu
pentingnya manfaat ASI bagi pertumbuhan dan perkembangan anak pada
periode ini.

Hal yang ingin dicapai dari 1000 HPK pada dasarnya sudah
dinyatakan dengan jelas sebelumnya lebih dari ribuan tahun yang lalu
oleh sebuah Firman Tuhan dalam kitab suci Al Quran pada surat Luqman
ayat 14 yaitu:
"...Dan telah Kami perintahkan kepada manusia untuk berbakti kepada
kedua orang tuanya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah
yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun...".

Menyusui merupakan kegiatan yang sangat bermanfaat baik bagi
bayi, ibu, keluarga maupun lingkungan.

Sementara pemberiaan susu formula dinilai memiliki banyak
dampak negatif terhadap kesehatan dan perkembangan bayi, seperti
meningkatkan risiko asma, risiko alergi, menghambat perkembangan
kognitif, meningkatkan risiko ISPA, meningkatkan risiko kurang gizi,
meningkatkan risiko kanker, meningkatkan risiko penyakit kronis, dan
sebagainya.

Saat ini, prevalensi pemberian ASI Eksklusif di Indonesia
memang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, yaitu dari 15,3
persen (tahun 2010) menjadi 38 persen (tahun 2013).

Namun prevalensi tersebut belum memenuhi target yang
diinginkan dan jika dibandingkan dengan negara lainnya menurut data
"World Breastfeeding Trends Initiative 2012", Indonesia menempati
urutan ke-49 dari 51 negara dengan cakupan ASI Eksklusif terendah.

Rendahnya cakupan ASI Eksklusif di Indonesia disebabkan oleh
kegagalan ibu dalam menyusui.

Produksi ASI yang tidak mencukupi merupakan penyebab paling
sering dari kegagalan ibu menyusui. Faktor produksi ASI yang tidak
mencukupi akan mendorong ibu memberikan susu formula kepada anaknya.


        Tanaman Torbangun

Berbagai cara dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi ASI, di
antaranya: penggunaan senyawa laktagogum (pelancar produksi ASI),
ataupun tumbuhan herbal atau nutraceutical.

Manfaat laktagogum (sebagai pelancar produksi ASI) dapat
ditemukan pada salah satu tanaman khas Indonesia yaitu torbangun.

Torbangun adalah sebutan lokal di kalangan masyarakat Batak
terhadap tanaman yang dalam bahasa Latin disebut dengan "Coleus
amboinicus Lour".

Di kalangan suku Batak tanaman ini digunakan secara turun
temurun sebagai makanan ibu pascamelahirkan.
Kata Torbangun dengan kata dasar "bangun" yang berarti "bangkit"
memiliki makna filosofis bahwa dengan mengonsumsi sayur torbangun maka
wanita Batak yang baru melahirkan akan mampu dan kuat menyusui bayinya
sepanjang hari dan produksi ASInya akan banyak dan mencukupi kebutuhan
bayi.

Penelitian komprehensif tentang khasiat laktagogum sayur
torbangun telah dilakukan dengan memberikan sayur yang sesuai resep
tradisional masyarakat Batak dan dikonsumsi selama 30 hari.

Pada penelitian tersebut subyek dibagi ke dalam tiga
kelompok, yaitu kelompok yang diberikan tablet Moloco+B12TM (tablet
yang biasa dikonsumsi ibu menyusui di Indonesia), kelompok yang
diberikan kapsul Fenugreek (kapsul yang biasa dikonsumsi ibu menyusui
di Amerika dan Eropa), dan kelompok yang diberikan sayur torbangun
sebanyak 150 gram per sajian.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat
peningkatan volume ASI secara signifikan pada kelompok torbangun dari
hari ke-14 sampai hari ke-28 dengan rata-rata kenaikan sebesar 65
persen.

Peningkatan tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
dua kelompok perlakuan lainnya, yaitu 10 persen pada kelompok
Maloco+B12TM dan 20 persen pada kelompok Fenugreek.

Bahkan peningkatan produksi ASI kelompok torbangun masih
terus berlangsung sampai dua bulan setelah pemberian suplemen
dihentikan.

Peningkatan volume ASI kelompok torbangun juga diikuti dengan
peningkatan kualitas ASI yang dihasilkan. Hal ini dibuktikan dengan
parameter athrophometri bayi (berat badan, tinggi badan, lingkar
kepala dan lingkar dada) yang lebih baik serta angka kesakitan yang
lebih rendah dari bayi kelompok torbangun dibandingkan dua kelompok
lainnya selama tiga bulan pertama kehidupan.

Hasil penelitian penulis sudah dipublikasikan pada "Asia
Pacific Journal of Clinical Nutrition" tahun 2006.

Selain mengandung senyawa laktogogum, tanaman torbangun juga
kaya serat dan kaya zat gizi mikro seperti Mg, besi Zn, Ca,
¿-tokoferol, dan b-karoten.

Torbangun juga mengandung minyak atsiri antara lain fenol,
karvakrol, flavonoid, dan glikosida. Kandungan gizi dan senyawa
fungsional lain dari tanaman torbangun bermanfaat untuk mengurangi
nyeri (analgesic), pembersih saluran reproduksi post-partum (uterine
cleansing agent), maupun penambah tenaga (tonikum).

Torbangun juga mempunyai fungsi menurunkan kadar kolesterol
dan tekanan darah.

Hasil penelitian tentang khasiat laktagogum tanaman torbangun
telah menarik perhatian peneliti di bidang gizi dan kesehatan manca
negara, dan telah mereview penelitian torbangun seperti yang terdapat
dalam "Journal of Human Lactation dan Pediatrics in Review" terbitan
tahun 2013.

Selanjutnya tulisan khusus tentang Torbangun (Torbangun: a
Bataknese traditional cuisine for the lactating mother in the North
Sumatra Province of Indonesia) telah dijadikan salah satu "chapter"
pada "Handbook of Dietary and Nutritional Aspects of Human Breast
Milk" yang diterbitkan oleh Wageningen Academic Publishers, The
Netherlands pada tahun 2013.

Hal ini menunjukkan bahwa khasiat torbangun sebagai
laktagogum asli Indonesia sudah dikenal luas dan mengglobal.


           Rekomendasi Kebijakan

Mempertimbangan pentingnya ASI Eksklusif dan berbagai manfaat dari
mengonsumsi torbangun, maka berikut ini adalah beberapa poin penting
sebagai rekomendasi kebijakan yang disarikan dari perjalanan riset
torbangun yang sudah dilakukan sejak tahun 2000, yakni:
Pertama, manfaat torbagun baik untuk produksi ASI maupun penyakit
lainnya merupakan suatu kekayaan alam dan kearifan lokal Indonesia
yang perlu dijaga kelestariannya.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam menjaga
kelestarian tanaman torbangun adalah dengan menggunakannya secara
terus-menerus. Penggunaan torbangun saat ini tidak hanya terbatas
dalam bentuk sayur, namun juga dalam produk olahan lainnya seperti
minuman ringan, kapsul, "cookies", susu kedelai torbangun, risoles,
siomay, maupun serbuk siap saji untuk PMT (Pemberian Makanan Tambahan)
ibu menyusui.

Kedua, peran pemerintah diperlukan dalam menyosialisasikan
manfaat daun torbangun dan merekomendasikan penggunaannya ke
masyarakat luas. Rekomendasi tersebut dapat berupa kebijakan atau
peraturan-peraturan, misalnya melakukan "Gerakan Menanam Torbangun"
pada pekarangan rumah, khususnya rumah yang dihuni ibu menyusui.

Ketiga, revisi kebijakan yang dinilai dapat menghambat
berlangsungnya praktik pemberian ASI Eksklusif. Salah satunya adalah
Undang-Undang No 13 Tahun 2003 pasal 82 mengenai pengaturan cuti
istirahat bagi pekerja wanita sebelum dan sesudah melahirkan selama
1,5 bulan.

Lamanya cuti tersebut dinilai kurang efektif karena ibu yang
telah kembali bekerja setelah masa cuti habis akan kesulitan dalam
memberikan ASI kepada anaknya sehingga akan mendorong ibu memberikan
susu formula.

Pemerintah diharapkan dapat mempertimbangkan masa pemberian
ASI Eksklusif selama enam bulan sebagai dasar penetapan cuti bersalin
(cuti di luar tanggungan negara atau kombinasinya) bagi pekerja
wanita.

*Guru Besar Tetap Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor

Pewarta: Prof drh Muhammad Rizal Martua Damanik, M.RepSc, PhD

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2014