Jakarta (Antaranews Bogor) - Peneliti dari Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara meminta pemerintah untuk segera mengagendakan pertemuan antara PT Inalum dan PT PLN untuk membahas permasalahan pasokan listrik.

"Kalau Inalum-PLN dibenturkan begini tentunya bisa mengganggu produksi, ada kompromi jalan tengahnya yaitu tidak terlalu memenuhi PLN," kata Marwan dalam keterangan tertulisnya, Senin.

Marwan meminta agar pemerintah tidak terlalu memaksakan kehendaknya agar PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) membantu listrik untuk PLN hingga 300 megawatt bahkan lebih, karena permintaan itu berlebihan, sangat dipaksakan dan menggeser PLTA yang tadinya untuk pasokan Inalum menjadi pembangkit listrik PLN.

"Pemerintah jangan terlalu memaksakan Inalum sesuai kebutuhan PLN. Jadi enggak bisa memaksakan seperti itu karena kapasitas PLTA yang dibangun kan sejak awal listriknya untuk kebutuhan Inalum dan jangan meminta lebih bantuan Inalum yang telah diberikan yaitu 90 MW," katanya.

Ia menjelaskan, PLTA yang dimiliki Inalum dari awal untuk kebutuhan produksi, Inalum sudah sesuai keputusan pemerintah. Apalagi, lanjut Marwan, ada juga yang bermasalah seperti Pemda dan swasta yang sudah dapat hak pengelolaan.

Oleh karenanya, ia meminta agar Inalum tetap dipertahankan, apapun alasannya Negara telah mengambil haknya dari Jepang. Sebab keputusan untuk kepentingan negara perlu memenuhi tata negara pemerintahan yang baik. Kedua BUMN tersebut adalah anaknya pemerintah sehingga harus dibuat keputusan yang tidak merugikan salah satunya.

"Saya kira keputusan untuk kepentingan negara perlu memenuhi tatanegara pemerintahan yang baik, mengatasi masalah dg memaksimalkan upaya PLN yg juga telah dijalankan untuk mengatasi krisis listrik di Sumut ini," katanya.

Sementara itu, Direktur Utama PT Inalum (Persero) Winardi mengatakan selama ini Inalum telah berkontribusi dalam usaha mengurangi krisis listrik di Sumatera Utara dengan memberikan daya sebesar 90 MW yang dihasilkan PLTA milik PT Inalum (Persero).

Menurut dia daya yang dihasilkan delapan turbin pembangkit, yakni 4 turbin di pembangkit Sigura-gura dan empat turbin di pembangkit Tangga, mencapai total 603 MW pada kapasitas output puncak.

"Setelah dikurangi spinning power dan rugi-rugi transmisi, daya yang sampai di sub station pabrik peleburan Kuala Tanjung hanya sekitar 553 MW saja, dan dari daya ini sebanyak 90 MW secara kontinu sejak November 2013 disalurkan kepada masyarakat Sumatera Utara melalui PLN," kata Winardi.

Sedangkan sisa sebesar 463 MW jelas dia, seluruhnya digunakan untuk mengoperasikan 510 unit tungku peleburan dan seluruh fasilitas pendukungnya. Tungku tersebut dioperasikan 24 jam terus menerus selama 6-7 tahun (umur rata-rata tungku).

"Jika tidak mendapatkan energi listrik lebih dari 3 jam, maka tungku akan rusak dan harus dibangun ulang (pot reconstruction) dengan dana milyaran rupiah per tungku," tegasnya.

Hal senada diungkapkan Pengamat Intelijen Indonesia Kresna Handoko, bahwa PLN telah membangun juga pembangkit untuk memenuhi kekurangan listrik di Sumut yang hanya dalam kurun waktu 2 bulan ke depan telah siap.

"Kenapa tidak didorong saja proyek tersebut ketimbang harus mengganggu kinerja Inalum yang telah susah payah dinasionalisasikan dari Jepang dengan biaya yg tidak sedikit dan menjadi kebanggaan bangsa sebagai produksi Aluminium satu-satunya di Indonesia," ungkapnya.

Menurut Kresna, dengan situasi seperti ini tidak menutup kemungkinan ada pemasok aluminium dari Negara Asing yang mencoba mempengaruhi pembuat kebijakan agar mengganggu kinerja Inalum atau setidaknya mengurangi produksi Inalum agar perusahaannya bisa memasok Aluminium ke Indonesia.

"Banggalah dengan produk bangsa sendiri dan jangan menggesernya hanya demi keuntungan semata, kita bukan bangsa liberal dengan modal inilah bangsa kita akan menjadi terdepan," pungkas Kresna. 

Pewarta: Oleh Feru Lantara

Editor : Feru Lantara


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2014